Tragedi Orgy di Rumah Nenek
- Caecilia Sherina
- 9 Nov 2014
- 5 menit membaca
Jadi ceritanya gue dkk. ngontrak sebuah rumah di Matraman. Kita namain rumah itu "Rumah Nenek" karena kita pengen kontrakan ini terasa homey seperti saat pulang ke rumah nenek kita masing-masing.
Nah, di kontrakan ini kita nggak tinggal sendiri, jadi rumahnya 1 blok dibagi untuk 2 penyewa. Jadi kami tinggal di alamat yang sama, tapi rumahnya dibagi dua dan terpisahkan oleh tembok, sementara halaman rumah tergabung. Tetangga kami ini adalah sebuah keluarga muda dengan anak kecil satu.
Tujuan kami ngontrak adalah supaya lebih irit pengeluaran dan mudah dalam mengerjakan tugas. You know lah kalau ngekos itu mahal, banyak aturannya, dan sempit banget. Jadi dengan ngontrak rumah ini maksudnya kita bisa lebih leluasa bawa temen kerja kelompok, serta leluasa soal waktu juga. Eh, ternyata ekspektasi kami salah, Bro.
Di Rumah Nenek ini kami ngontrak ber-5, cewek-cewek semua. Terus tadi malem temen kelompok Praktika gue dateng buat kerja bareng. Jumlahnya hanya 2 orang dan salah satunya adalah cowok. Mereka dateng jam 9 malam setelah selesai bimbingan praktika sama para pembimbing di kampus.
Sesampainya mereka di sini, kami langsung rapat dan lanjutin tugas. Otomatislah ya selesainya subuh dan semua langsung tepar tidur di mana-mana. Gue juga lebih prefer mereka tidur di Rumah Nenek daripada pulang pagi buta, kan bahaya, Bro, naik motor pas ngantuk.


Terus FYI aja nih, deadline kami adalah hari Senin! Tinggal 2 hari lagi sementara pekerjaan yang harus diselesaikan masih banyak. Bukannya kita lelet atau nggak pinter organisasiin waktu, cuman memang workload-nya lebih besar daripada waktu yang tersedia, jadi mau nggak mau harus kerja sampai malam setiap hari. Belum lagi, kita masih punya PR dari mata kuliah lain. Kami nggak punya pilihan waktu selain kerjain tugas di malam hari ke subuh setiap hari.
Paginya, jam 10an, pintu rumah digedor-gedor sama Bu RT. Ibu itu datang marah-marah karena ada cowok menginap di rumah kami. Dia bilang begini,
"Ada cowok menginap ya di sini? Kamu bukannya udah saya bilangin ya kalau ada tamu harus lapor Pak RT? Kan kalian ngekos di sini."
Terus gue panas gitu denger kata ngekos. Oh, Man, kita nggak ngekos kali. Kita ngontrak rumah ini satu tahun! Kalau saya ngekos, tetangga sebelah saya juga ngekos berarti! Tapi ya gue cuma mengumpat dalam hati aja. Faktanya gue diem dulu dengerin si Ibu RT.
Tak lama setelah diomeli, Pak RT ikut datang marah-marah, "Mana cowok itu? Suruh dia keluar! KELUAR SEKARANG!!! KELUAR! KELUAR!!!" Suaranya yang besar dan tegas cukup membuat gue lemes dan langsung masuk memanggil kawan gue untuk keluar dari rumah, menghadap Pak RT. Kemudian si Pak RT menegur kawan gue itu dengan agak lebih lembut.
"Kamu mahasiswa kan? Punya otak kan? Punya agama kan? Kamu tau kan berkunjung ke rumah perempuan di atas jam 11 malam itu salah?"
"Iya, Pak, saya mahasiswa dan punya agama."
"Agama kamu apa?!"
"Kristen, Pak."
"Emang di Kristen boleh kamu berkunjung ke rumah cewek di atas jam 11 malam?"
"Nggak, Pak."
"Kenapa kamu harus datang malam-malam?"
"Maaf, Pak, kami semalam kerja kelompok dan belum selesai."
"Kenapa harus malam-malam? Nggak bisa siang-siang aja?"
Nggak mau cari ribut, temen gue diem. Gue juga diem. Pokoknya kita nggak mau cari ribut sementara si Bu RT ikut menceramahi, "Kalian kan mahasiswa, kenapa nggak kerja di kampus aja? Atau kerja di mall sana, di coffee shop atau di manalah."
Temen gue yang tomboy abis dan baru bangun tidur pun datang karena ribut sekali di depan. Doi nggak mau diem aja diceramahin, dan langsung menjawab, "Pak, kita ini baru tidur pagi-pagi. Semuanya sibuk ngerjain tugas. Kita nggak bisa kerjain tugasnya di coffee shop karena mahal."
Setelah itu doi pun langsung didamprat lagi oleh Ibu dan Bapak RT. Menurut gue, temen gue agak kurang lengkap ngejelasinnya. Bukan cuma karena mahal untuk nongkrong di coffee shop, tapi juga karena nggak nyaman dan mereka nggak buka 24 jam!
Ditambah lagi kami sudah punya rumah untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Inget alasan kami keluar dari kosan? Karena kami butuh menghemat pengeluaran dan mendapatkan kebebasan lebih. Tentunya kebebasan ini juga kami pakai dengan bertanggung jawab. Kami adalah kaum terpelajar, Saudara-saudara sekalian... Kami tidak berzinah atau pun punya keinginan berzinah!
"Coba ya, kamu bayangkan," lanjut Ibu RT, "Kalau ada sebuah benda dilihat oleh 5 orang. Pasti pendapat masing-masing orang berbeda kan? Ya sama dengan hal ini, Dek. Meskipun kalian nggak berbuat atau berbuat, semua orang akan melihat kalian dengan cara yang berbeda-beda. Tetangga sini ngelihatnya kalian berbuat."
Rasanya gue pengen elus-elus dada. Gue tinggal berlima loh. Rumah kami kecil banget, cuma ada 1 kamar tidur untuk 5 orang tidur bareng dan malam itu jumlah wanita ada 6 sementara pria ada 1 orang. Kami kerjain tugas sampai subuh dan langsung tepar. Siapa sih yang mau berbuat zina di sini?!
Masak ada 6 cewek menyerang 1 cowok? Duh, mungkin otak-otak Bapak-Ibu sekalian ini yang kotor, membayangkan kami orgy di dalam. (-_-)
Terus ketauanlah, bahwa ternyata yang melaporkan kami adalah tetangga sebelah. Si Pak RT memanggil tetangga sebelah kami agar ikut bergabung dalam penceramahan pagi itu, "Ibu, coba ke sini sebentar. Bagaimana kalau lain kali, anak-anak ini ada tamu, mereka mengabari ibu dulu saja. Apalagi kalau ada yang sampai menginap."
Terus gue dalem hati mikir, ya ampun, rumah juga rumah gue, kok gue mesti ngelapor ke tetangga kalau bawa tamu? Terus tetangga gue kalau bawa tamu kok nggak perlu ngelapor ke gue? Nggak adil dan aneh banget.
Emangnya gue anak kecil banget ya? Umur gue udah kepala dua loh, meskipun tubuh tidak memperlihatkan. Gue berpendidikan juga kok. Ya kali sih, Bro, gue mau berbuat orgy??? Sakit loh dituduh berbuat zinah. Padahal kita nggak tidur sama temen cowok itu... Padahal kami semua sedang fokus dengan tugas kuliah!!!
Terus tetangga konyol itu menambahkan, "Iya, Dek, saya pernah dengar suara cowok datang jam 2 pagi parkir motor di halaman rumah. Terus paginya buru-buru kabur."
Nah, ini nih gue benci banget ketika dia mulai memanas-manaskan suasana dengan fitnah tanpa bukti. Gue hapal betul siapa yang datang ke rumah karena akhir-akhir ini gue tidur subuh-subuh. Gue selalu panggil temen gue dateng malem-malem, bukan pagi buta, dan memang betul dia menginap tapi kita juga nggak BURU-BURU KABUR.
Kita biasa aja kok berangkat ke kampus soalnya kita memang nggak berbuat salah! Mungkin suara motor yang dia denger itu suara motor si temen gue. Dia emang sering pulang jam 2 pagi karena habis bimbingan sama pembimbing praktikanya di Tebet, tapi dia itu cewek!!! Sexist!
Yaudahlah yah I know, percuma gue jelasin panjang lebar. Intinya gue akan tetap dihakimi para tetangga ini. Cukup tau aja sih gue dengan si tetangga yang suka ikut campur urusan orang.
Tapi ternyata dia belum puas memanaskan suasana, dia tambah lagi, "Saya punya anak-anak kecil, Dek. Kalau kalian berbuat dosa, 7 rumah di samping kanan, kiri, belakang, dan depan semuanya ikut kena dosa. Yang punya rumah ini dulu seorang Ibu Haji loh. Jangan berbuat macam-macam kamu di sini."
Sakit banget telinga gue denger si tetangga ini komentar kayak begitu. Pertama, udah jelas woy, ini ada 6 cewek di rumah dan cowoknya cuma 1. Kedua, ketika mereka gedor-gedor rumah kami, kita semua lagi pada ngerjain PR. Nggak ada satupun yang lagi pegang-pegangan atau bermesraan. Lo bisa bedain lah mana suasana hectic kerja dan suasana love is in the air!
Terus si Pak RT bilang, "Meskipun ketika saya pergokin, kalian lagi main laptop. Bisa aja kalian pura-pura."
Astaga, Bapak, suudzon mantep bener.
Kaget gue dengernya. Secara nggak langsung mereka maksain prasangka buruknya supaya terdengar nyata dan benar kan? Fitnah nggak sih ini namanya? Akhirnya gue pun menjawab, "Bu, Pak, kita bener-bener nggak ngapa-ngapain. Kita udah terlalu pusing dengan tugas yang terlalu banyak itu." Langsunglah saya dibalas, "Masalah berbuat atau nggak berbuat itu jadi urusan pribadi kamu. Pokoknya nggak ada lagi deh cowok dibawa nginep di sini."
Lah? Kan ente yang nuduh kita zina???
Akhirnya Bapak dan Ibu RT serta tetangga itu kembali ke rumahnya masing-masing. Terus tetangga kami dari depan rumah datang dan bilang, "Saya juga pernah jadi mahasiswa dan saya tau rasanya kerja kelompok. Lain kali kalau kamu mau kerja kelompok, kerja di rumah saya aja. Malam-malam juga boleh, nanti saya yang tanggung jawab. Tenang aja yah, orang-orang sini emang kayak begitu. Yang kumpul kebo dibiarin, yang kerja kelompok malah dimarahin!"
Terima kasih, ternyata masih ada orang baik di Jakarta yang keras nan jenaka ini.
Comments