top of page

The Balinese Nastar

  • Gambar penulis: Caecilia Sherina
    Caecilia Sherina
  • 25 Mei 2018
  • 2 menit membaca

Diperbarui: 2 Jul 2024

Minggu, 20 Mei 2018 pukul 12.00-13.00 menjadi hari bersejarah bagiku, Daniel, Ferdy dan keluarga Pak Apung. Hari itu, untuk pertama kalinya aku dan tim naik ke atas panggung, menerima penghargaan film "The Balinese Bastard and 100 Roosters" sebagai cerita terbaik dan penghargaan bagi Pak Apung sebagai pelestari budaya Bali.



Awalnya aku tidak mengira filmnya bisa lolos. Apalagi kalau mengingat perjuangan pertama dalam produksi hingga pasca-produksi, di mana aku banyak membuat kesalahan. Mulai dari salah memahami cerita, salah timeline, hingga salah mengedit!


Kami sempat mengikuti 2 kompetisi dan hanya sampai nominasi. Karena itu, aku putus asa, mencari-cari kesalahan dalam cerita dan diriku sendiri. Soalnya sudah 4 tahun kuliah dan 2 tahun sejak lulus, aku masih belum bisa menembus kompetisi apapun. Usahaku nggak setengah-setengah kok. Jutaan Rupiah telah mengalir, tenaga dan waktu, bahkan persahabatan telah kukorbankan (cailah). Belasan kompetisi yang sesuai juga telah kuikutkan. Kenapa belum juga berhasil? Kupikir, "Apa mungkin aku memang nggak cocok di perfilman?"


"Cil, ikutin aja lomba ini, Liputan 6 Awards." Kata Daniel di suatu pagi di Sentiong.

Aku menurut. Aku tarik napas dalam-dalam sebelum mengedit versi ketiga dari film dokumenter The Balinese Bastard and 100 Roosters. Kali ini, kukatakan pada diriku sendiri, "Kalau gagal lagi, berarti memang tidak bakat!"


Proses riset telah kujalankan hampir 1 tahun di Bali, keluar-masuk kampung bersama Pak Apung. Aku semakin mengenal sosok Beliau, dan Beliau semakin paham kegunaanku dan film. Kami sepakat, kami berdua semakin saling membutuhkan.


Proses pasca-produksi yang ketiga ini kukerjakan cepat, mengingat persyaratan kompetisi Liputan 6 Awards juga terbilang sederhana. Kurang lebih 2 hari aku memikirkan konsep baru dan mengerjakannya sendirian di kosan. Tiba-tiba, satu hari setelah mengumpulkan film, aku langsung dikabari bahwa kami lolos ke tahap berikutnya.


"Hah, cepet amat? Emang dia ada berapa tahap? Kok di website nggak ada keterangan itu." tanya Daniel padaku, yang mana aku juga tidak tahu. Pokoknya ikuti saja permintaan panitia: upload ulang versi high resolution (hires).


Sebulan kemudian kami dipanggil ke SCTV Tower untuk acara penganugerahan yang akan ditayangkan LIVE di TV. Aku kaget.



"Ni Luh, papamu diundang ke Jakarta untuk masuk TV! Bisa datang nggak ya?" aku segera menghubungi putrinya yang kebetulan sekantor denganku.

"Bisa, pas banget, Ni Luh wisuda tanggal 19, tapi papa pulang tanggal 20 Mei sore."


Sip. Pas. Ni Luh wisuda di Jakarta, jadi Pak Apung dan Tante Shanti (istrinya) memang akan datang. Aku langsung menelepon keduanya untuk mengabari dan yeay! Kita berhasil!!!


Terima kasih Tante Jasthi, keluargaku, orang tua Daniel dan Ferdy, The Organism, Synchronize Post Audio, panitia kompetisi serta kawan-kawan yang telah mendukung! Maafkan Cecil yang terlalu gugup saat di panggung. Senang bukan main untuk penghargaan pertama kami di Liputan 6 SCTV Awards 2018.



Comments


Category

Date

Let's connect on my social media!
  • Threads
  • Instagram
  • LinkedIn
  • YouTube
bottom of page