top of page

Open Trip: Pulau Harapan

  • Gambar penulis: Caecilia Sherina
    Caecilia Sherina
  • 7 Jul 2024
  • 7 menit membaca

Diperbarui: 30 Jul 2024

Weekend lalu aku dan kawanku, B, mengambil open trip murah dari Pelabuhan Muara Angke ke Pulau Harapan, Kepulauan Seribu. Harganya Rp350.000,- dan sudah termasuk:

  • Snorkeling + foto underwater

  • Island hopping

  • Tiket PP dari Pelabuhan Muara Angke ke Pulau Harapan

  • 3x makan dan minum

  • Penginapan guesthouse dengan kapasitas 1 kamar 4 orang dan diacak. (Wanita dan pria dipisah.)


Sabtu, 6 Juli 2024

Sekitar pukul 12 siang, kami tiba di Pulau Harapan meninggalkan kapal laknat yang hampir merenggut nyawa kami semua (baca kisah kapal laknat di post sebelumnya: https://www.mylifeisafilm.com/post/hampir-menjemput-ajal-di-pulau-harapan). Sebenernya bukan salah kapalnya sih, tapi memang ombak di hari Sabtu, 6 Juli lalu kacau banget sehingga mempersulit perjalanan kami.


Dan seperti ini penampakan kapal Kelapa Indah, yang konon katanya, memang paling lelet di antara kapal Ferry lainnya dengan jarak tempuh 3,5 jam (pantes murah ya, beb).



Begitu kapal berlabuh, kawanku si B langsung bertanya, "Bisa berdiri nggak?" Jujur, enggak. Ya gimana ya? Gue habis muntah nonstop 3,5 jam gitu loh. Tapi karena nggak mau ngerepotin teman seperjalanan, jadi aku kuat-kuatin agar bisa berdiri, sambil atur napas.


Pelabuhan hari itu ramai sekali dengan semua pengunjung yang setengahnya basah kuyup dan hancur lebur sepertiku. Kami bergegas mencari tour guide kami, yang lagi-lagi nggak ada. Yang ada hanya seorang abang-abang nelayan saling oper satu sama lain, menunjukkan kami arah ke guesthouse.


Dan lagi-lagi, aku harus melewati gang kecil untuk menuju guesthouse persis seperti gang-gang di Jakarta yang sempit, becek, berlumpur dan (sejujurnya) menjijikkan. Pulau Harapan jauh dari harapan. Mungkin karena aku salah musim? Atau mungkin memang seleraku sudah nggak di level ini lagi? Wkwk. Aku nggak tahu. Tapi yang pasti, pulau ini tidak ada pantai, pelabuhan siang itu kotor, jorok dan aku benci sekali melihat rumah yang dicat warna-warni nggak nyambung, seperti misalnya kombinasi merah muda, kuning, hijau dan ungu, like why???


Lanjut, siang itu kami jalan kaki ke sebuah rumah berwarna biru, tempat kami akan menginap. Di situ baru kuketahui bahwa ada total 15 peserta: 9 perempuan dan 6 laki-laki, dengan ketersediaan 4 kamar. Agak riweuh awalnya dalam pembagian kamar karena ada yang satu grup dan nggak mau dipisah, ada yang nggak mau dicampur, banyak yang mau enak sendiri, dll. Tapi untungnya banyak yang santai juga sih, jadi nggak terlalu ricuh. Beberapa laki-laki akhirnya minta tambahan kasur untuk tidur di ruang tamu.


Kondisi rumah juga terbilang bersih dan ber-AC. Hanya saja fasilitas sangat seadanya. Hanya ada kasur, bantal keras, water dispenser dan 4 toilet dengan air asin, tanpa gantungan baju! Beginilah penampakan kamarku bersama 2 orang wanita lainnya yang aku tidak kenal. Bahkan awalnya nggak ada kain keset sama sekali (baru dikasih nanti malam).



Menu makan siang digelar dengan sangat sederhana di ruang tamu. Modelnya seperti makan-makan keluarga gitu. Ada nasi putih, tempe orek, sayur labu siam dan ikan tongkol kecap yang mohon maaf rasanya hambar. Tapi mengingat trip ini hanya Rp350.000,- per orang, aku nggak bisa marah. Pernah dengar istilah beggars can't be choosers? Iya, itu artinya kalau miskin nggak usah banyak cincong. Aku dan B akhirnya tertawa saja. Dan saking enggak menariknya, sampai malas kufoto makanan tersebut. Wkwkwk.


Berikutnya sekitar jam 2 siang, kita diajak si abang nelayan tadi naik perahu untuk island hopping dan snorkeling ke antah-berantah. Ya karena nggak ada tour guide, dan di itinerary cuma tertulis "explore pulau" jadi aku bener-bener nggak tau mau dibawa ke mana.


Yaudalah, aku dan B langsung pakai baju renang dan siap dibawa ke mana pun meski perut masih kacau akibat kapal Ferry tadi pagi.



Eh, ternyata perjalanannya JAUH dong. Kirain cepet gitu. Ternyata sekitar 30 menitan kami naik perahu ini ke pulau yang entah apa namanya.. memang pasirnya putih. Tapi pantainya kecil banget, dan pengunjung dari trip-trip lain BANYAK banget. Jadi kayak rame total gitu.


Aku cuma bisa berenang sebentar, ombaknya lumayan besar, dan aku sebel (lagi) ngelihat orang yang terlalu banyak. Akhirnya aku dan B duduk-duduk aja sambil menunggu alat snorkeling untuk grup kami selesai dipakai oleh grup dari trip yang lain.



Dan ya bener dong, sesuai prediksiku, alat snorkeling-nya nggak dibersihin dulu. Begitu grup lain selesai, langsung dioper oleh nelayan dan dikasih ke kita. Masih ada bekas lipstik di setiap alat tersebut. Temenku, si B ini rada bete. Aku sih, yaudalah ya namanya juga 350 ribu gitu loh!


Kita dibawa naik perahu lagi ke antah berantah sekitar 15 menitan, dan di situ perahunya berhenti di tengah laut, dan kami semua dipersilakan nyebur aja tanpa ada pendidikan apapun. Pokoknya terserah lo mau apa deh 😂



Sebenarnya agak kasihan sama yang nggak ngerti konsep snorkeling. Untungnya aku udah pernah, jadi nggak bego amat. Cuman, sebelku yang kedua kalinya adalah karena airnya butek, jadi sulit melihat kecantikan di bawah laut. Terus alat snorkeling si B katanya rusak. Akhirnya aku kasihlah punyaku dan aku berenang-berenang aja. Itu saja sudah cukup membuatku bahagia, ya daripada aku stuck terus di rumah.


Kemudian aku dan B mencoba membuat foto underwater, tapi ternyata napasku terlalu pendek. Maklum, aku takut kedalaman laut. HEHE... Malah si B yang super excited foto-foto terus, sambil dibantu temen-temen lain buat kumpulin ikannya.



Sekitar jam 5, para nelayan mengajak pulang ke guesthouse. Jadi naiklah kita ke perahu dan pulang, yeay! Aku tidak sabar makan malam!


Namun ternyata semua AC di guesthouse dibiarkan menyala oleh teman-teman baruku yang lucu ini (like why though?!) jadi semua orang yang masih dalam keadaan basah pun menggigil dan segera mematikan semua AC. Satu persatu mandi, ada juga yang masih goler-goleran, ada pula yang malah jajan telur dadar gulung di pelabuhan.


Sekitar jam 7, makan malam tiba, dengan menu nasi putih, tempe orek, sayur labu siam yang persis seperti tadi pagi, beserta ayam goreng. Syukurlah, kali ini ayam gorengnya enak banget. Jadi seneng banget bisa makan kenyang. Habis itu aku dan B main ke pelabuhan buat jajan-jajan lucu. Di sana ada berbagai sate bakso, fish cake dan telur dadar gulung seharga Rp2.000,- per tusuk yang rasanya enak!


Puas ngobrol-ngobrol di pelabuhan sambil digigit nyamuk, kita pun pulang dan aku memutuskan untuk tidur.


Eits, belum selesai sampai di sini. Sesuai itinerary sih (katanya) akan ada BBQ. Tapi entah jam berapa. Padahal semua peserta sudah sangat penasaran nih, dengan trip seharga Rp350.000,- dapat makanan BBQ kayak apa sih?


Catatan: ternyata nggak semua orang bayar 350 ribu. Ada yang bayar 360, 375, bahkan ada yag bayar 390 ribu. Sehingga temenku, si B sempat kasih tips:


"Kalau mau booking trip di indonesia, selalu cari contact person (CP) laki-laki. Kenapa? Soalnya kalau sama cewek, biasanya harga dimark-up mahal banget."

Aku nggak tahu itu betul atau enggak, tapi faktanya dalam trip ini, yang bayar paling murah adalah aku dan B, dan B memang booking lewat CP laki-laki. Kemarin dia memang getol banget compare harga dari berbagai aplikasi traveling, bahkan sampai menghubungi travel agentnya langsung di Instagram.



Oke, kembali ke BBQ, sekitar jam 9 malam kami dipanggil oleh nelayan tadi untuk jalan kaki ke tempat bakar-bakar BBQ. Kami semua bergegas jalan melewati gang-gang kecil yang becek, ke arah pelabuhan. Di sana, ada beberapa warung dengan musik dangdut. Kami dipersilakan duduk, dan aku sudah sangat penasaran akan menu BBQ malam itu.


Sayangnya, yang kami pikir makanan sudah siap, ternyata jam 9 malam itu baru mau dimulai masak-memasak. YAELAH...


Alhasil kami terdiam di meja panjang kebingungan mau apa. Keadaan diperparah karena kita semua nggak saling kenal satu sama lain, meski ada satu topik yang bisa menyatukan kami semua, yakni kapal laknat di hari Sabtu pagi tadi!


Syukurlah, kami menjadi akrab berkat topik tersebut. Kami semua pecah menceritakan pengalaman mabok dan muntah masing-masing di berbagai sudut kapal yang berbeda. Aku di lantai satu, dekat jendela. Ada yang di lantai 2 tengah, ujung, dll. Dan kita semua sama, sama-sama jadi inget Tuhan pas merasa sudah mendekati ajal.


Sambil asik mengobrol, aku dan B terus memperhatikan apa saja yang dibakar oleh si para nelayan. Kita sempat lihat ada ikan tongkol besar-besar dan sosis. Wah, lumayan nih pikirku, keren juga BBQ 350 ribu.


Jam 10 tiba, kami disuguhi sate keong yang rasanya... entahlah. Hambar. Masalahnya nggak ada bumbu sih. Cuma ada sambal kecap gitu, jadi ya... Hmm, bingung saya mau berkomentar apa. Terus ternyata sosis tadi punyanya grup sebelah (bukan geng open trip kami). Jadi sosisnya bukan buat kita.


Di meja sebelah, peserta open trip lebih heboh dan berisik lagi. Curiga, mungkin mereka membayar lebih mahal, soalnya nanti di akhir aku lihat makanan mereka semua tersapu bersih. Berarti dapat makanan enak gitu kan ya?


Sementara di meja kami, setelah menunggu satu jam, ya hanya dapat 3 ikan tongkol besar dan sate keong ini, yang semuanya hambar. Ya gimana yah? Ikan dibakar doang ya rasanya gitu doang nggak sih? Akhirnya satu-persatu dari kami pun mundur, pamit pulang ke guesthouse. Makanan tidak habis. Tapi aku dan B sempat beli semangkuk Indomie goreng seharga Rp10.000,- di warung untuk nemenin makan ikan ini, supaya nggak hambar-hambar amat.



Minggu, 7 Juli 2024

Pagi-pagi sekitar jam 7, aku bangun dan mandi. Hari itu jadwal kami adalah island hopping lagi ke Pulau Bulat dan Pulau Penyu. Sayangnya, anak-anak open trip ini nggak ada yang bisa tepat waktu. Banyak yang masih tidur atau baru mulai sarapan di saat nelayan sudah datang menjemput.


Sarapan kita pagi itu adalah nasi uduk dengan bawang goreng, telur dadar hambar dan mie goreng. Mantap. Lagi-lagi tidak ada rasanya, tapi tetap bisa dimakan dengan bahagia.


Jam 8 pagi kami baru memulai perjalanan dan si nelayan pun memberitahu bahwa kami tidak bisa ke Pulau Penyu, karena tidak cukup waktunya. Jadi kami akan bermain-main saja di Pulau Bulat milik Pak Soeharto ini, yang memiliki sumur air tawar. Kemudian jam 9.30 pagi kembali lagi ke Pulau Harapan untuk pulang ke Pelabuhan Muara Angke! Lumayan, padat juga ya.



Pulau Bulat rupanya cukup menarik. Pantainya cantik dan banyak ikan. Tapi karena RAMAI sekali, jadi lagi-lagi aku sebel dan males.


Singkat saja, akhirnya jam 9.30 tiba, kami pulang dan berpisah dengan teman-teman seperjuangan. Dari 15 peserta, ada 6 orang termasuk aku dan B yang memutuskan untuk membayar lebih agar bisa naik speedboat ke Marina Ancol. Saat itu harga tiket speedboat dari Pulau Harapan ke Marina Ancol seharga Rp300.000,- dengan estimasi perjalanan 1 jam jika tidak berhenti di pulau lain.


Aku dan B sama-sama sudah kapok naik Ferry murahan. Jadi ya sudahlah, kami merogoh cash lebih untuk pulang dengan kapal kecil yang lebih mewah.



Speedboat ini berkapasitas beberapa puluh orang, dengan AC dan TV di dalamnya. Sangat nyaman, sangat terasa mewah. Apalagi ketika tiba di Pelabuhan Marina Ancol, sangat-sangat-sangat terasa elite dengan kamar mandi super bersih. Huhuhu... Akhirnya aku kembali ke Kota Metropolitan Jakarta. Sesungguhnya aku bahagia menjadi anak pulau, tapi tidak bahagia menjadi anak miskin.


Tips: kalau ke Pulau Harapan, Kep. Seribu, bawa cash aja. Mereka semua minta dibayar pakai cash. Hanya ada ATM Bank DKI di Pulau Harapan.

Comments


Category

Date

Let's connect on my social media!
  • Threads
  • Instagram
  • LinkedIn
  • YouTube
bottom of page