My Life is Like a Movie
- Caecilia Sherina
- 14 Nov 2016
- 5 menit membaca
Life is a series of ups and downs. Kadang masalahku besar banget, capek banget, sampai aku jatuh sakit, kadang hidupku bahagia banget sampai terasa super beruntung.
Daaann tiba-tiba sudah November. Sebentar lagi Desember, dan sebentar lagi pula tahun berganti menjadi 2017. Emang sih, masih sebulan lebih, but here are the things yang sangat saya syukuri di tahun 2016 dan ingin saya share ke siapapun! :)

1. I got to work with awesome people.
Yup, keputusan saya pindah ke The Organism Post-Production Studio nggak salah sama sekali. It's the most wonderful decision. Saya bersyukur punya bos baik hati yang memberikan saya ruang untuk mengembangkan diri dalam perfilman. (Terima kasih, Pak bos!) Saya juga bersyukur kenal dengan lebih banyak orang lagi yang berpotensi sebagai business partner. Dan super bersyukur bisnis saya yang lain berjalan cukup lancar bersama mentor super inspiring. (Terima kasih, Tante Jasthi!)
2. I got to prove them wrong.
Selama saya kuliah, saya seriiingg banget ketemu orang yang tiba-tiba komentar kalau punya IPK bagus itu nggak penting, bahwa nggak ada yang peduli sama nilai, dan kuliah itu tidak perlu diutamakan. Menurut mereka harusnya saya rajin nongkrong sampai pagi di kampus dan bantuin senior syuting, karena di situlah the real experience to be a great filmmaker. Ada loh yang sampai berani meramalkan masa depan saya nggak bakal sukses. Mereka bilang saya menyia-nyiakan momen kuliah di sana. Alasannya karena saya lulus terlalu cepat, terlalu banyak belajar dari buku, kurang 'bergaul', dan kurang berbaur dengan orang-orang IKJ.
Waktu itu saya diem aja. Saya pikir, lihat saja nanti. Dan kamu tahu mereka sekarang jadi apa?
Belum lulus. Masih harus membiayai kuliah.
Mau kerja juga susah, karena bentrok dengan jadwal kuliah.
Mau rajin kerja jadi dilema, takut kuliah nggak selesai-selesai.
Mau rajin kuliah, semakin malas karena temen-temen seangkatannya sudah mulai lulus, dan umur nambah terus. Tekanan hidup makin banyak.
Kenalan banyak = sukses? Bullshit. Nggak ada artinya punya banyak kenalan berpotensi, kalau kamunya sendiri nggak punya potensi.
And I bet, mereka masih dengan penghasilan dan pengeluaran yang sama.
Makan tuh strategi kalian yang nggak jelas :)
3. My life improves significantly.
Dari yang cuma mampu bayar makan 6ribu Rupiah, sekarang saya sudah mampu traktir keluarga saya makan. Dari yang dipekerjakan, sekarang saya mampu mempekerjakan orang lain. Terlepas dari besar-kecilnya gaji yang bisa saya berikan, ini adalah kemajuan yang sangat saya syukuri.
Saya puas banget punya penghasilan sendiri, bisa memenuhi semua kebutuhan primer dan sekunder. Dan yang lebih bikin puas lagi adalah sekarang saya bisa membiayai pernak-pernik ibu saya. Entah dia mau beli taslah, sepatulah, saya udah siap membiayai kebutuhan beliau. Keputusan beliau membiarkan saya kuliah yang saya inginkan sangatlah tepat, meskipun kata orang prospeknya nggak jelas ;-)

4. My family is getting better.
Semua keluarga pasti ada masalah. Begitu pula dengan keluarga saya. Berkali-kali saya berencana melarikan diri dan berpikir untuk bunuh diri (hayo kaget kan?). Sebegitu stressnya saya menghadapi masalah dalam keluarga saya.
And I'm glad melihat semuanya membaik. Syukurlah saya masih bisa melewatinya dengan waras dan senang bisa melihat mereka lebih banyak tersenyum. Saya jadikan pengalaman ini sebagai pelajaran untuk membina keluarga nantinya.
5. Life is a series of ups and downs.
Dan yang terakhir, kalimat yang saya ucapkan di awal paragraf, ikut menjadi hal yang saya syukuri di tahun 2016. Saya bersyukur meski ada banyak downs yang harus saya alami, banyak pula ups yang luar biasa. Dan semua ini menjadi pelajaran berharga buat hidup saya.
Tahun 2016 adalah tahun penuh emosi. Saya bertengkar hebat sama ayah dan ibu saya. Berantem tuker-tukeran nggak ada berhentinya, to the point where ibu saya siram saya pakai air panas.
Dan di saat mental saya hancur, butuh moral support, guidance, dan motivasi, justru kakak kandung yang sangat saya harapkan nggak memberikan itu. Tidak satupun dari mereka bertanya apa yang terjadi, mengapa itu terjadi, dan bagaimana kondisi saya. Semuanya langsung berasumsi dan menyalahkan saja. Mereka anggap saya pantas mendapatkannya. Jujur, saya nggak tahu dosa saya apaan sampai pantas diperlakukan seperti itu.
Perasaan saya sudah menjadi anak yang sebaik mungkin?
It's funny, cuma best friend saya yang tanya, "Kamu nggak apa-apa? Sampai luka bakar atau nggak?" Baru setelah itu dia nasehatin saya.
Dan tahun 2016 juga merupakan penghujung dari perjuangan Tugas Akhir. Saya harus fokus. Kuliah harus selesai dengan nilai yang baik. Saya sudah berjuang mati-matian untuk mempersiapkan sidang terakhir. And nobody gives a damn about that.
I would never forget ketika sidang akhir yang harusnya menjadi memori terindah berubah jadi memori yang ingin saya lupakan. Saya kecewa pada diri sendiri karena karya saya banyak kekurangannya, dan lebih kecewa lagi pada ayah saya yang sudah datang terlambat, nonton setengah, lalu dengan bangganya mencemooh dan menggurui saya di depan teman saya. Sudah saya down, tambah lagi hancur confidence saya mendengar ucapannya.
Apalagi ketika dia menghina saya sombong, dan dengan teganya dia bilang, "Siapa sih yang mau nonton film kamu?"
Saya nggak ngerti, di mana titik saya sombong, dan kenapa ayah saya harus menghina saya setega itu. Padahal saya nggak segitunya.
Tahun ini pula saya kehilangan anjing yang paling istimewa dengan cara yang mengenaskan. Sampai hari ini, saya masih merasa bersalah dan menangisi kepergiannya. Mungkin buat orang itu cuma anjing. Tapi buat saya, dia adalah bagian dari keluarga. Saya tau dia dari kecil, dan dia tau saya dari kecil. Kita gede bareng, dan wajar kalau saya nggak rela ditinggal seperti ini sama dia.
Saya merasa kehilangan arah, nggak punya siapa-siapa. Saya ngaco. Saya nggak tau harus bicara dengan siapa biar masalah saya tuntas. Saya berantem sama pacar, putus. Saya mulai melakukan hal aneh-aneh, dan beruntung temen-temen kontrakan Rumah Nenek waktu itu hadir untuk menghentikan saya. Mereka yang merawat saya saat sakit. Saya ketampar banget ketika Kak Pasky akhirnya bilang, "Cecil mulai jadi orang dewasa yang bertanggung jawab ya."
Malu. Saya malu sama Kak Pasky dan anak-anak Rumah Nenek.
Tahun 2016 juga tahun paling mengerikan karena untuk pertama kalinya saya bener-bener nggak punya uang to the point where I borrowed some money from my best friend. Yup, saya ngutang ke temen saya. Bukan seribu-dua ribu yang saya pinjam. Tapi sejuta. Saya sampai teror bos saya untuk buruan turunin gaji saya, karena saya nggak mau ngutang lebih lagi dari itu.
Di sela-sela itu, tentu, saya selalu berpikir seandainya saya mati saja menelan baygon, ketabrak mobil, atau yah... mati saja. Tanpa alasan.
Saya merasa segala hal baik yang telah saya lakukan nggak ada artinya di mata keluarga saya. Yang baik menjadi buruk. Yang buruk menjadi baik. Saya nggak ngerti dengan value yang mereka pegang. Mereka juga nggak ngerti dengan maksud baik saya.
Tapi di balik kesusahan itu, saya bertemu dengan seorang ibu yang baik hati. Saya nangis sejadi-jadinya ketika ada seorang ibu, yang bukan saudara saya, tidak satu ras dan tidak satu agama, malah menjadi orang tua yang saya dambakan. Dia dukung saya, dia bantu saya, dan dia bukakan pemikiran saya.
"Kalau orang tua kamu beneran jahat, kamu nggak mungkin jadi baik loh. Berarti ajaran orang tua kamu ada benernya. Ambil hikmahnya aja."
Beliau mengajari saya berbisnis, bermimpi, dan bagaimana membuat mimpi itu menjadi goal konkret yang bisa dikejar. Bahkan dengan kebesaran hatinya, beliau rela beliin saya laptop Macbook, gratis, tanpa imbalan.
Saya sampai bilang ke temen saya, "I'm a lucky bastard."
Karir saya kemudian luar biasa membaik. Apalagi sejak saya bekerja di Taiwan. Pendapatan meningkat cepat. Jiwa saya terobati dengan suasana dan lingkungan hidup baru di Taipei. Hubungan saya dan keluarga perlahan kembali pulih.
Saya bersyukur dalam segala kesulitan ini, saya dipertemukan orang-orang baik yang mengingatkan saya bahwa life is still beautiful. Happiness is a choice. Choose to be happy and positive.
Dan oleh sebab itu semuanya saya tulis di sini, sebagai pengingat buat saya yang di masa depan. Jangan pernah jatuh ke lubang yang sama. Hadapi masalah dengan bijaksana dan jangan pernah lupa orang-orang yang pernah menolong saya. Time reveals the truth of people who really care about you :)
Comments