JENESYS 2.0: Sakura di Odaiba (Day 8 of 9)
- Caecilia Sherina
- 16 Mei 2014
- 2 menit membaca
Diperbarui: 25 Jan
Pagi ini kami kembali ke Tokyo dengan bus dan makan siang di Restoran Nandeya, Aqua City di Distrik Daiba. Banyak turis mengunjungi Odaiba karena mall ini menjual berbagai barang anime, pakaian hewan, pakaian manusia, dll. Mall besar yang sangat lengkap dengan patung replika Liberty di sebelahnya.
Menu siang itu adalah nasi yang banyak dan katsu ikan. Rasanya makanan Jepang mulai hambar di mulut saya. Kami semua mulai merindukan bumbu-bumbu Indonesia yang lezat luar biasa. Saya tidak habis memakannya dan langsung kabur jalan-jalan. (Saking buru-burunya saya sampai tidak sempat mengambil foto apapun.) Di Tokyo, Sakura sudah mulai bermekaran. Ada yang berwarna merah muda, ada pula yang putih. Cantik sekali. Saya ingin memetiknya, tapi kata Dr. Vee, “Jangan dipetik, nanti kamu ditangkap polisi. Soalnya ini bunga milik pemerintah.” Langsung saya urungkan niat tadi.
Kemudian kami melanjutkan aktivitas berikutnya, yakni presentasi hasil penemuan dan action plan. Presentasi dilakukan dalam bahasa masing-masing yang kemudian akan ditranslasi ke Bahasa Jepang dan bahasa negara lainnya. Setiap peserta mengenakan alat pendengar dengan earset kiri. Melalui alat itu, para koordinator akan berbicara dalam bahasa negara masing-masing.



Yang menghadiri acara siang itu ada empat perwakilan dari kedutaan besar negara yang bersangkutan, serta perwakilan dari Ministry of Foreign Affairs of Japan. Para peserta siang itu pun dinobatkan sebagai Jenesyst karena telah berhasil menyelesaikan program acara dan menerima sertifikat. Setelah itu kami pun berfoto bersama dan mulai saling berkenalan. Baru hari itu kami benar-benar memiliki kesempatan untuk berkenalan antar negara.
Saya dan seorang kawan dari Filipina sempat membahas masalah kurangnya interaksi antar negara. Saya dan dia sepikiran bahwa program pertukaran pelajar seharusnya memberikan kesempatan para peserta untuk “bertukar” kebudayaan. Sayangnya yang terjadi hanya satu arah, hanya dari Jepang ke negara lain. Tapi yasudahlah, kami tetap bersyukur atas kesempatan ini karena kami dapat belajar sangat banyak serta semakin termotivasi untuk menjadi lebih baik.
Oh iya, ada cerita lucu setelah kami pulang ke hotel Nikko di Prefektur Chiba. Malam itu hampir semua peserta berjalan-jalan ke 7-11, termasuk saya dan Gaby. Di sana, saya berniat menghabiskan semua recehan yen karena percuma dibawa pulang tidak bisa dijual lagi. Tiba-tiba ketika saya sedang menghitung jumlahnya, satu recehan saya senilai 100 yen jatuh dan menggelinding ke bawah rak makanan. Saya langsung panik dan berusaha mengintip ke bawah kolong rak. Hal ini tentu menarik perhatian banyak orang termasuk teman Kamboja saya yang sedang lewat.
"What are you doing?" tanya Meng ramah, disusul isak-tangis saya kehilangan 100 yen. Saya menunjuk kolong tempat yen itu hilang dan Meng tertawa terbahak-bahak, "That's quite a lot." kemudian ia membantu saya mencarinya di bawah kolong. Melihat Meng dan saya berlutut di lantai, yang lainnya jadi ikut bertanya, "What are you guys doing?"
Akhirnya dibantu beberapa anak Kamboja, yen tersebut pun tetap tidak dapat ditemukan dan harus saya relakan. Padahal tim Kamboja sudah mempersiapkan senter dan sudah menggulung lengan jaket mereka. Hahaha... Saya sampai terharu melihat perjuangan mereka membantu saya mencari koin yang hilang.
Setelah selesai berbelanja di 7-11, kami pun kembali ke hotel dan mulai packing, sementara anak-anak Kamboja party dan menggila di koridor hotel. Duh, tidak ikutan deh kalau nggak ada cewek-cewek yang ikut. Hehe...
Comments