Festival Kesenian Indonesia 2014
- Caecilia Sherina
- 30 Sep 2014
- 8 menit membaca
Diperbarui: 3 Jan
Hey, lama tak bersua!
Gue baru aja nemuin waktu buat nulis lagi nih. Minggu lalu tanggal 23-28 September gue dikirim dari kampus ke Jogjakarta buat meramaikan acara Festival Kesenian Indonesia yang ke-8 bersama beberapa mahasiswa lainnya naik kereta dan YEAY!!! SENENG BANGET UDAH BELASAN TAHUN NGGAK PERNAH NAIK KERETA LAGI!

Anyway, foto di atas adalah cuplikan dari pertunjukan ISI Surakarta yang ada di FKI tahun 2014 ini. Mari kita bahas lebih dalam ya!
Pertama, jam 7 pagi gue naik kereta dari Stasiun Senen langsung ke Stasiun Lempuyangan. Tugas gue ke Jogja adalah meramaikan sekaligus mewakili IKJ dalam acara pemutaran filmnya. Gue ke sana nggak sendirian. Ada Kak Orizon dan Fina yang juga jadi peserta pameran, terus Kak B sebagai peserta seminar mahasiswa, dan beberapa mahasiswa dari Fakultas Seni Rupa IKJ sebagai peserta mural dan seminar. Kira-kira kami ini ber-10 orang, termasuk di dalamnya perwakilan dari UKM TV Kampus: Kak Tika dan Mas S.

Dapat hadiah Teh Botol karena ulang tahun kereta api
Meskipun gue yakin gue udah pernah naik kereta, tapi gue bener-bener udah lupa sensasinya. Jadi nggak heranlah gue agak norak pas nyampe di stasiun. Gue sempet nyasar gitu deh, tapi untungnya gue cepet sadar kalau gue salah arah. Terus pas udah di pintu gerbang yang tepat, terjadilah conversation dengan bapak penjaga yang unyu.
"KTP-nya, Mbak," kata si bapak dengan ramah. Gue pun menyerahkan KTP itu dengan senyuman. Terus si bapak mulai mencocokkan tiket kereta gue dengan si KTP.
"Mbak Sherina ini artis ya?" tanya beliau. Berhubung gue udah sering banget dikait-kaitkan dengan Sherina Munaf lantaran nama belakang gue ada Sherinanya, yaaa gue jawab aja, "Iya, Pak." Maksud gue biar cepet, eh taunya si bapak malah menanggapi terlalu serius. Dia beneran natap wajah gue dan bertanya, "Mbak.. Mbak beneran artis?"
YAOLOH, BAPAK!
Akhirnya gue ketawa kecil doang terus langsung ambil tiket dan cabs-cabs.
Siangnya, sambil bosen-bosen nggak jelas di kereta, gue dan Gesya memutuskan untuk bikin video jayus di mana kami berakting gila-gilaan dan jadi tontonan gratis masyarakat. Kocak deh, kita pura-pura jadi koboi terus main tembak-tembakkan pake sisir. Hahaha... Ini lawakannya kedengaran nggak intelek banget ya? Udah kuliah kok masih tolol mainnya? Tapi sumpah udah bosen banget dan semua mainan plus obrolan udah dibahas gitu. Kita nyanyi-nyanyi di kereta udah, ngegosipin dosen udah, ngomongin artis udah, main kartu udah, tidur juga udah, ya akhirnya main koboi-koboian deh.

Sesampainya di sana, kami dijemput oleh beberapa panitia dari ISI Jogjakarta. Salah satunya adalah Willy, LO kami yang paling setia nemenin ke mana-mana. Kaget gitu gue pas liat nama dia di nametag, "Anjir, namanya persis nama mantan!" Hahaha... Jadi agak awkward mau manggil doi.
Dari stasiun Lempuyangan, kami langsung dibawa pakai mobil ke Hotel Putra Jaya di Jl. Prawirotaman yang banyak bar dan bule-bulenya itu. Terus baru duduk sebentar, eh langsung naik mobil lagi ke ISI Jogjakarta. Hari itu kegiatannya adalah ormed alias orientasi medan. Anak-anak FSR mau ngelihat tempat mereka bakal bikin grafiti, sementara anak FFTV mau liat-liat ajah.
Kesan pertama gue ke ISI Jogjakarta adalah...
"PARAH INI KAMPUS GEDE BANGET!"
Hahaha... Serius, kalau dibandingin sama IKJ yaaa... ISI Jogja gede banget, coy. Gue ngiri gitu pas lihat mereka punya lapangan basket lengkap dengan jeruji-jeruji lucu. Terus ada banyak pohon, ada banyak tempat nongkrong yang dibuat dari batu dan semen, ada banyak taman buat pacaran... Intinya, ISI Jogja itu berasa kampus banget. Kita ngelihat banyak mahasiswa lagi latihan marching band, menari, main perkusi, dll. Seru banget, pasti banyak UKM-nya di sana...Tapi, nggak apa-apa, akoh tetep sayang kampuskooh.
Di ISI Jogjakarta, fakultas filmnya disebut Fakultas Seni Media Rekam (FSMR) dan fakultas ini terbagi menjadi tiga program studi: Fotografi, Televisi (TV apa film ya? Gue lupa pastinya apa), dan Animasi yang baru buka tahun 2012. Terus kalau ambil prodi TV, dari awal sampai akhir bakal belajar semua divisi gitu.
Beda sama kampus gue yang punya sistem peminatan (dan baru-baru ini disebut sebagai program studi). Bedanya adalah saat mencapai semester 5, mahasiswa diharuskan memilih mau jadi sutradara, produser, atau apa. Kalau di ISI Jogja, nggak ada peminatan sespesifik itu.
Terus gue sempet nanya-nanya soal biaya kuliahnya juga dan uwaw... lebih murah daripada kampus sayah. Gue jadi inget dulu senior pernah bilang kalau biaya kuliah film di IKJ udah paling murah sedunia, eh taunya ada yang lebih murah lagi. Emezing.
Sore itu, kegiatan kami ya cuma ngobrol-ngobrol (kan masih ormed nih ceritanya), terus karena udah habis topik obrolan, gue sok ide deh, "Karaoke yuk!" Gue bilang itu ke semua orang, termasuk LO gue. Temen-temen IKJ sih langsung semangat 45. Tapi LO gue kayak, "APA? KARAOKE?!" Dia kaget. Wah, gue juga jadi kaget karena dia kaget.
Terus sambil jalan, gue ketemu anak IKJ lain yang udah tiba di Jogja dari tanggal 22 September. Dia ikutan workshop bikin film, makanya udah berangkat duluan. Gue sapa deh, terus gue bilang, "Hey, Muby! Ayo kita karaoke!" Muby cuma tersenyum miris, "Gue harus bikin film, Cil."
Terus temen-temen workshop-nya bisik-bisik, "Eh, seriusan mereka mau karaoke?"
"Iya tuh."
"Wah, karaoke loh."
Gue jadi heran, kenapa sih dengan karaoke? Kok kayaknya aneh banget melakukan karaoke di sini? Akhirnya gue nanya ke LO gue, dan ini jawabannya:
"Jadi begini, Cil, tempat karaoke itu cuma ada di kota. Karena kampus kita itu letaknya di Selatan banget, jadinya jauh mau ke kota. Letak kita tuh desa banget. Apalagi gue kan anak kosan juga nih, lo taulah anak kostan suka ngirit. Mungkin gue terlalu perhitungan kali ya, tapi yah ke kota itu mahal. Makanya gue jarang nongkrong sampe ke sana."
Ternyata itu alasan anak-anak ini pada naikin alis pas gue ajak karaoke. Aduh-aduh... Gue jadi ketawa dalam hati, kocak gitu, berasa banget gue anak Jakarta. Mungkin hiburan pas weekend di daerah lebih banyak pilihan ya? Misalnya naik bukit, ke taman ini, atau ke taman itu, sehingga mereka nggak terlalu terpikir mau karaoke. Sementara di ibukota nan sesak ini, yang seru itu cuma...
Anyway, malam itu kami-kami anak Jakarta ini tetap karaoke, yaitu: gue, Kak B, Gesya dan Fina. Kami bahagia sekali bisa melampiaskan hasrat menyanyikan lagu-lagu lawas!

Keesokan harinya (09/24) ada pemutaran film di area FSMR yang sedang direnovasi. Jadi gedungnya masih berantakan banget; belum dipasangin ubin. Sambil kami berjalan menaiki tangga, senior gue nanya ke LO-nya, "Ini bagian dari dekorasi FKI ya?" dan si LO pun tertawa kecil, dilanjutkan dengan tawa garing kami. Ujung-ujungnya doi malah curhat, "Kita udah mohon buat pake gedung yang lain tau, tapi dapetnya gedung ini. Katanya renovasi bakal selesai tanggal 15, eh taunya... Jadi maaf ya."
(Yah, kok dia serius banget, padahal kitanya tuh bercanda.)
Setibanya di ruang auditorium yang cukup cozy, acara pun dimulai dengan garing lantaran yang dateng cuma gue berempat dan 1 LO. Kita jadi nanya kan, "Lah, yang dateng cuma segini?"
"Nanti juga banyak kok, soalnya masih pada kuliah."
"Oh gitu..."
Film yang pertama diputar rupanya bukan film melainkan sebuah music video. Gue lupa siapa yang bikin. Konsep dan gambarnya bagus; sangat artsy. Terus film dari IKJ juga diputer, sayangnya pas udah credits, listriknya mati. Jadi makin jayus deh acara... Agak lama tuh nunggu listriknya nyala. Sampe kami anak IKJ disuruh bikin diskusi mendadak sama penonton lainnya. Yaudah, gue sama Kak Orizon maju deh ke depan buat ngomong nggak jelas. Kita bener-bener bingung mau diskusi apaan, soalnya film yang barusan diputer itu bukan film karya kita dan kita juga baru nonton hari itu... (Ups!)
Seusai menonton, kami jalan-jalan lagi ke sekitar area FSMR dan ketemu Muby dkk. lagi syuting. Seru gitu deh workshopnya. Jadi seluruh perwakilan dari 7 perguruan tinggi seni digabung jadi satu kelompok dan disuruh bikin film selama 4 hari. Lokasi syutingnya cuma boleh di kampus. Berhubung gue nggak ada kerjaan, ya gue nontonin mereka syuting.
Terus seseorang yang nggak gue kenal tiba-tiba bertanya, "Kalian jadi karaoke kemarin?" Gue sejujur-jujurnya nggak inget dia siapa dan bagaimana dia bisa tahu kalau kemarin kami karaoke. Tapi mungkin gosip telah menyebar bahwa anak-anak Jakarta ini begitu nyampe Jogja langsung karaoke, jadi gue sok asik aja deh. Haha.. gue jawabin tuh, "Jadi lah!"
"Emang ada tempat karaoke di sini? Kalian karaoke di hotel ya?"
"Engga sih, orang kita karaokenya di Jogjatronik!"
"Oh iya? Di sana ada tempat karaoke?"
"Iya."
"Kok nggak ngajak-ngajak sih?"
Terus gue makin bingung... dia ini siapa sih?
Hahaha... Tapi gue tetep sok asik gitu, "Oh lo mau ikut? Kok nggak bilang? Kita udah ngajakin orang-orang di sini tau. Tapi mereka semua pada kaget kayak baru pertama kali denger kata karaoke!" Akhirnya percakapan pun berakhir dan gue tetep nggak tau dia itu siapa. Baru setelah dua hari kemudian gue liat dia pakai nametag, rupanya dia LO buat anak IKJ juga. Namanya Oyom. Nama yang aneh ya? Gue selalu terbayang sayur oyong kalau lihat nametag doi.
Terus udah deh kerjaan gue seharian itu cuma nonton film aja.

Ada satu hal yang gue lupa ceritain di malam hari tanggal 24 September. Kala itu gue, Kak B, Fina, dan Willy sedang berjalan kaki menuju gedung concert hall. Terus Willy, liaison officer (LO) kami yang suka pakai ulos membuka topik, "Waktu gue dikasih tau kalau gue bakal jadi LO buat anak IKJ, gue sempet takut loh."
"Kenapa, Will?" tanya gue.
"Soalnya anak Jakarta kan biasanya lebih suka mengutamakan individualitas."
"Maksud lo songong?" sahut Kak B, "Nggak usah sok-sok diperhalus, Will."
"Hahaha... Iya, maksud gue songong. Gue kira anak IKJ tuh bakal susah diatur. Ternyata nggak tuh. Kalian paling kooperatif malah. Di saat kampus-kampus lain udah diundang, tapi tetep aja pada nggak dateng ke opening ceremony. Cuma kalian loh yang ikutin terus acara ini dari awal."
"Emang kampus lain baru bakal dateng kapan?"
"Rata-rata baru pada datang besok karena mereka bakal perform di concert hall."
Masih berjalan kaki di tengah kampus yang luas dan gelap, Willy membuka topik baru, "Emang bener ya kalau di Jakarta itu persaingannya ketat banget? Katanya pas kerja itu orang-orangnya saling berusaha menjatuhkan." Mendengar ucapannya, kami semua jadi terdiam dan merenung. Akhirnya Willy yang lagi-lagi memecahkan kesunyian, "Kalau memang benar, justru gue malah pengen banget kerja di Jakarta. Soalnya dengan keadaan kayak begitu, gue malah jadi lebih tertantang buat kerja lebih baik."
Menurut gue, pendapat orang soal anak Jakarta yang individualis itu benar, soalnya Jakarta itu tempat ngumpulnya orang-orang dari berbagai daerah. Pada umumnya orang pasti temenan sama orang yang punya latar belakang yang dekat, misalnya sukunya sama. Jadi ya nggak heran orang Jakarta cenderung nggak kompak, soalnya multikultur banget dan nyatuin orang yang begitu berbeda itu ya susah! Setiap suku pasti punya adat istiadatnya sendiri, maka cara menghormati satu sama lain ya dengan tidak mengusik satu sama lain aja, alias jadi individualis (nggak mau ikut campur urusan orang lain). Eh, btw, ini pendapat pribadi gue sih, jadi belum tentu benar.
Terus soal anak IKJ songong, hmm.. gue juga bingung. Tapi gue pribadi sih songong. (Ups!) Kalau soal kerjaan saling jatuh-menjatuhkan, rasanya masuk akal. Jakarta memang keras, tapi pasti masih ada orang baik selama kita berbuat baik kan?

Back to story, tanggal 26 September gue dan kawan-kawan mengikuti acara Seminar Mahasiswa yang bertemakan Spirit of The Future: Seni dan Industri Kreatif. Jadi setiap institusi memasukkan satu makalah dan mendiskusikannya dalam sebuah format seminar. Sayangnya makalah-makalah yang masuk itu lebih banyak ngomongin proyek seni yang sudah mereka laksanakan. Bukannya jadi seminar, ini malah jadi ajang promosi. Gue nggak menemukan satu pun masalah yang hot topic banget buat kita debatkan dan diskusikan. Masalahnya proyek seni mereka ya bagus-bagus aja dan apa yang harus gue pertanyakan dari proyek itu? Orang proyeknya udah matang dan udah berhasil dijalankan.
Jadi sayang sekali gue harus mengatakan bahwa seminar ini gagal. Gue nggak mendapatkan esensi apapun dari tema yang sebetulnya bagus banget buat dibahas. Kan cocok banget nih lagi pada hot-hot-nya ngomongin kerjasama ASEAN (yang gue agak nggak paham dan butuh banget someone buat jelasin apa yang sebenarnya akan terjadi ke anak seni kayak gue di masa depan). Menurut gue, itu yang harus kita bahas lebih dalam... Kita cari masalahnya, terus kita diskusiin jalan keluarnya.
Gara-gara seminar ini, gue jadi kepikiran, kayaknya penting deh buat ngumpulin mahasiswa-mahasiswa dari seluruh perguruan tinggi seni buat "rapat" setiap tahunnya. Rapatin apa? Rapatin masa depan kesenian Indonesia. Hehe. Kan nggak seru kalau semuanya kerja-kerja sendiri di setiap wilayah. Kenapa kita nggak dipertemukan aja supaya bisa saling mendukung program kerja satu sama lain? Tapi gue yah just saying. Ujung-ujungnya sih gue males ngurusin acara kayak begitu (maunya jadi peserta terima beres ajah, hehe...)
Selain acara seminar, kerjaan gue di Jogjakarta adalah nonton film-film pendek dari berbagai institusi seni, ngelihat pameran seni rupa, nonton pertunjukan spektakuler dari setiap institusi, daaann... jalan-jalan.


Comments