5 Miskonsepsi Tentang Jurusan Film
- Caecilia Sherina
- 21 Jan 2017
- 2 menit membaca
Berikut ini adalah tulisan gue tentang kesalahpahaman mengenai jurusan film yang gue tulis di tahun 2017.
1. Kuliah film untuk jadi aktor.
SALAH! Kuliah film untuk jadi pembuat film. Kalau mau jadi aktor kuliahnya ke fakultas seni pertunjukan, jurusan teater atau akting.
2. Kuliah film = kuliah sinematografi
Salah. Ini memang terdengar aneh, tapi kalian harus tahu bahwa sinematografi hanyalah salah satu cabang dalam perfilman. Ketika seseorang menyatakan dirinya kuliah film, artinya ia mempelajari lebih dari sekadar ilmu sinematografi.
Kesalahan ini diperparah oleh Wikipedia berbahasa Indonesia yang mengartikan sinematografi secara tidak tepat. Dalam versi Bahasa Inggris, sinematografi diartikan sebagai:
Cinematography is the science or art of motion-picture photography by recording light or other electromagnetic radiation, either electronically by means of an image sensor, or chemically by means of a light-sensitive material such as film stock.
Terjemahan: Sinematografi adalah sains atau seni fotografi gambar bergerak dengan merekam cahaya atau radiasi elektromagnetik lainnya, secara elektronik melalui sensor gambar, atau secara kimiawi melalui material yang sensitif terhadap cahaya, misalnya stok film.
Sementara dalam Wikipedia berbahasa Indonesia:
Sinematografi (dari bahasa Yunani: kinema - κίνημα "gerakan" dan graphein - γράφειν "merekam") adalah ilmu terapan yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan sekaligus menggabung-gabungkan gambar tersebut sehingga menjadi rangkaian gambar yang memililki kemampuan menyampaikan ide dan cerita.
Lihat perbedaannya? Dalam wikipedia berbahasa Indonesia, sinematografi menjadi cabang ilmu yang mempelajari kamera, penyutradaraan hingga editing. Wow, ngaco total.
3. Semua anak film pasti jago pegang kamera
Salah. Karena di dalam perfilman itu ada banyak ilmu dan profesi. Ada produser, sutradara, editor, dst. Kalau konsentrasinya bukan kamera, ya tidak harus mendalami sinematografi. Begitu pula dengan anak sinematografi belum tentu jago mengedit gambar dan suara. (Tapi kalau mau jago semuanya juga nggak apa, nggak dilarang kok.)
4. Perfilman = Pertelevisian
Salah. Kalau mau fokus di pertelevisian silakan kuliah broadcasting, jangan ambil perfilman. Keduanya punya perbedaan di media putar, target audience, sistem kerja, dan sumber penghasilan. Meskipun anak film bisa kerja di televisi, dan sebaliknya, tapi keduanya tetap tidak bisa dikatakan sama.
5. Semua anak film pasti syuting
Nope, sebagai video editor, my work starts right after the production (syuting). Ketika membicarakan filmmaking, orang selalu mengira syuting is everything. Padahal after shooting, masih ada proses yang memakan waktu (bahkan) jauh lebih lama dari durasi syutingnya sendiri, yakni pasca-produksi. Kalau produksi (syuting) berkisar 14 hari, proses pasca-produksi (editing gambar dan suara, pembuatan grafis, hingga color grading) bisa memakan waktu minimal 2 bulan.
Comments